Senin, 25 Februari 2008

SYARAT "LAA ILAAHA ILLALLAH"

Syarat La Ilaha Illallah
Wahab bin Munabbih rahimahullah berkata kepada orang yang bertanya kepadanya: “Bukankah La Ilaha Illallah kunci surga?” Ia menjawab: “betul. Tetapi, tiada satu kunci-pun kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu membawa kunci yang memiliki gigi-gigi, pasti engkau dapat membuka pintu, namun jika engkau membawa kunci yang tidak ada gigi-giginya pasti pintu itu tak akan terbuka. (HR. Bukhari dalam ta’liq). Dan gigi-gigi kunci La Ilaha Illallah adalah syarat La Ilaha Illallah. Yaitu sebagai berikut:
Ilmu meniadakan kejahilan. Barangsiapa yang tidak mengetahui makna-nya maka ia tidak akan mengetahui petunjuk / tuntutan nya. Maknanya adalah berlepas diri dari semua yang diibadahi selain Allah dan mengikhlaskan peribadatan hanya untuk Allah.
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS. Muhammad: 19)
Sabda Rasulullah saw:
عن عثمان رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة (رواه مسلم)
“Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga.” (HR. Muslim)
Yakin meniadakan keraguan. Karena ada sebagian orang yang mengucapkannya dalam keadaan ragu trehadap makna yang ditunjukkannya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)
Rasulullah saw. Bersabda: “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Barangsiapa yang engkau temui di balik dinding ini, sedangkan dia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah didasari dengan hati yang yakin maka berilah kabar gembira akan masuk surga.” (HR. Muslim)

Ikhlas meniadakan kesyirikan. Karena barangsiapa yang tidak mengikhlaskan seluruh amalannya untuk Allah ia telah melakukan kesyirikan yang meniadakan rasa ikhlas. Allah Ta’ala berfriman:
“Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Az-Zumar: 11)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda :
أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه (أو نفسه)
“Orang yang paling bahagia mendapatkan syafa’atku (pada hari kiamat) adalah orang yang mengucapkan La Ilaha Ilallah murni dari hatinya (jiwanya).” (HR. Bukhari)
Sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan hanya mengharap wajah Allah Ta’ala.” (HR. Muslim dari Utban bin Malik)
Sidq (kejujuran) meniadakan kemunafikan. Karena orang munafik juga mengucapkannya, akan tetapi antara perkataannya tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya, maka ia telah berbuat dusta, karena batinnya tidak sesuai dengan dzahirnya. Sebagaimana yang telah Allah kabarkan tentang sifat mereka. Allah Ta’ala berfirman:
“Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya.” (QS. Al-Fath: 11)
Rasulullah bersabda : “Tiada seorang-pun yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya jujur dari hatinya kecuali Allah akan mengharamkan neraka atasnya.” (HR. Bukhari)
Qabul (penerimaan) yang meniadakan sifat menolak. Karena ada sebagian manusia yang mengucapkannya dengan mengetahui maknanya tapi ia tidak menerima seruan orang yang mengajaknya. Hal ini bisa disebabkan karena kesombongan, dengki atau sebab-sebab yang lain.
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami Karena seorang penyair gila?" (QS. Ash-Shaffat: 35-36)

Inqiyad (ketundukan) yang meniadakan perilaku meninggalkan amal yang tuntutannya. Syarat ini akan menumbuhkan sikap melaksanakan perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-larangan-Nya dan komitmen dengannya. Hakikat Islam adalah tunduknya hati dan badan seorang hamba kepada Allah dan tunduk kepada-Nya dengan tauhid dan ketaatan. Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan Hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman: 22)
Sabda Rasulullah saw; “Tiada beriman salah seorang kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.”
Mahabbah (kecintaan) yang meniadakan kebalikannya. Tidak mungkin seorang hamba akan mengetahui dan menerimanya kecuali didasari rasa cinta, sebagaimana rasa ikhlas yang akan meniadakan kesyirikan. Barangsiapa mencintai Allah ia akan mencintai agama-Nya, barangsiapa yang tidak mencintainya maka jangan diharap ia akan mencintai agama-Nya.
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah : 165)
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah : 54)