HUKUM YASINAN
MUQODDIMAH
Kebanyakan kaum muslimin membiasakan diri melakukan Yasinan (membaca
FADILAH / KEUTAMAAN MEMBACA
Sesungguhnya membaca al-Qur'an itu sangat banyak fadhilahnya, diantaranya ;
1. Al-Qur'an akan dapat memberikan syafa'at kepada pembacanya pada hari kiamat, sebagaimana hadits Rasul dari Abu Hurairah ra, Rasulullah n bersabda :
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
"Bacalah al-Qur'an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemohon syafa'at bagi ashabul qur'an (orang yang membaca dan mengamalkannya)."[2]
2. Membaca al-Qur'an akan mendapatkan pahala yang besar
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, "Rasulullah n bersabda, "Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur'an), maka dia akan mendapatkan satu kebaikan darinya. Dan satu kebaikan itu (dibalas) sepuluh lipatannya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf"[3]
ALASAN ORANG YANG MELAKUKAN YASINAN
Banyak alasan orang yang mendorong melakukan Yasinan baik pada saat ada kematian atau setiap malam Jum'at atau lainnya. Diantara alasan tersebut adalah
1. Menurut mereka, hal itu termasuk ibadah membaca al-Qur'an. Mengapa membaca al-Qur'an dilarang?
2. Hal itu termasuk berjama'ah membaca al-Qur'an yang sangat utama sebagaimana disebutkan dalam hadits.
3. Dari pada berkumpul di rumah orang kematian hanya sekedar bermain catur, kartu atau lainnya, apalagi berjudi, lebih baik membaca al-Qur'an.
4. Surat Yasin memiliki banyak keutamaan atau fadhilah.
5. Berkumpul membaca
BANTAHAN TERHADAP ALASAN MEREKA
Sesungguhnya membaca Al Qur'an termasuk ibadah, padahal ibadah itu akan diterima oleh Allah dan berpahala jika memenuhi dua persyaratan, yaitu : ikhlas karena Allah dan mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah n. Dan sesungguhnya membaca surat Yasin dengan bersamaan pada setiap ada kematian atau hari jum'at adalah tidak dicontohkan Rasulullah n. Maka walaupun mereka Yasinan (membaca surat Yasin) itu dengan ikhlas tapi tidak diajarkan oleh Rasulullah n maka amalan tersebut akan tertolak. Sebagaimana sabda Rasulullah n
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barang siapa yang beramal tapi tidak ada perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak"[4]
Atau dalam hadits lain disebutkan bahwa "Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami yang tidak ada perintah dari kami, maka akan tetolak" [5]
Maka dari keterangan di atas, bantahan bagi golongan yang mengamalkan yasinan adalah sebagai berikut :
1. Membaca Yasinan bukannya dilarang, tapi yang dilarang adalah tata cara yang tidak sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah n, sehingga amalan tersebut bisa sia-sia, sebagaimana hadits di atas.
2. Berkumpul membaca al-Qur'an memang sangat utama, sebagaimana tercantum dalam hadits,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah n bersabda, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di rumah Allah, mereka membaca kitabullah (al-Qur'an) kemudian mendiskusikannya antar mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dan dipenuhi dengan rahmat, para Malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut mereka di kalangan (para Malaikat) dihadapanNya.[6]
Hadits di atas menunjukkan bahwa berkumpul untuk membaca dan mempelajari al-Qur'an merupakan ibadah yang sangat mulia. Namun bagaimanakah bentuk atau cara yang sesuai dengan as-Sunnah nabi n? Karena kalau tidak sesuai amalan itu akan tertolak. Diantara bentuk–bentuk berjama'ah dalam membaca al-Qur'an yang sesuai sunnah adalah;
§ Satu orang membaca, sementara lainnya mendengarkan.
Disebutkan dalam hadits dari Abdullah, dia berkata, Rasulullah n bersabda kepadaku, "Bacakanlah (al-Qur'an) kepadaku!" Aku menjawab, "Apakah aku akan membacakan kepada anda, sedangkan Al-Qur'an diturunkan kepada anda?" Beliau menjawab, :"Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku" maka akupun membacakan kepada beliau surata an-Nisa', sehingga aku sampai pada (ayat)
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَـؤُلاء شَهِيداً
"Maka bagaimanakah (halnya orang–orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)[7]. (Kemudian) Beliau bersabda, "Berhentilah!" Ternyata kedua mata beliau meneteskan air mata."[8]
Imam Malik berkata, "Seandainya seseorang membaca, yang lain menyimak, atau seseorang membaca setelah yang lain, aku tidak menganggapnya berbahaya"[9]
§ Membaca bergantian
Imam Malik berkata, "Hendaklah orang itu membaca, dan (setelah selesai) yang lain (ganti) membaca. Allah berfirman :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan apabila dibacakan al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang. Agar kamu mendapat rahmat." [10].
Beliau juga berkata, "Seandainya seseorang dari mereka membaca beberapa ayat, kemudian yang lain membaca setelah temannnya, dan yang juga demikian itu tidak mengapa, mereka saling memperdengarkan satu sama lain"[11]
§ Dibuat beberapa kelompok, setiap kelompok dibimbing oleh qari'.
Imam Malik ditanya tentang para qari' Mesir, yang orang banyak berkumpul kepada mereka, lalu tiap-tiap qari' membacakan (al-Qur'an) kepada sekelompok orang dan membimbing mereka? Beliau menjawab, "Itu bagus tidak mengapa" [12]
Sedangkan bentuk-bentuk membaca al-Qur'an berjama'ah yang tidak benar adalah sebagai berikut,
§ Imam Malik berkata, Tidak boleh sekelompok orang berkumpul membaca satu
§ Adapun membaca al-Quran secara bersama-sama dengan satu suara secara keras, ini bertentangan dengan ayat 204
3. Adapun perkataan mereka "Dari pada berkumpul di rumah kematian sekedar bermain catur, kartu atau lainnya, atau berjudi lebih baik untuk membaca Al Quran", maka pendapat ini tidak dapat diterima dari beberapa sisi :
§ Berkumpul di rumah orang kematian setelah penguburan mayit, termasuk perbuatan niyahah (meratapi mayit) yang terlarang, memperbaharui kesedihan dan membebani keluarga mayit. Imam Syafi'I berkata, "Aku membenci berkumpul dalam kesusahan, yaitu berjama'ah, walaupun mereka tidak menangis, karena hal itu akan memperbaharui kesedihan, membebani biaya, bersamaan dengan riwayat yang telah lalu terntang hal ini"[15]
Kemungkinan riwayat yang dimaksud oleh Imam Syafi'i tersebut adalah riwayat dari Jarir bin Abdullah Al Bajali, dia berkata "Kami (para sahabat) memandang berkumpul di keluarga mayit dan pembuatan makanan setelah penguburannya termasuk niyahah. [16] dan itu termasuk bid'ah, sebagaimana dikataan sebagian ulama.[17]
§ Sebagian ulama menyatakan, hukum bermain kartu dan catur, walaupun tanpa judi itu terlarang, sehingga termasuk terlarang. Adapun berkumpul di rumah kematian untuk membaca Al Qur'an adalah bid'ah.
Imam Sufyan Ats Tsauri berkata, "Bid'ah lebih dicintai oleh Iblis dari pada maksiat. Orang terkadang bertaubat dari maksiat, tapi seseorang sulit bertaubat dari bid'ah.[18]
4. Alasan mereka "Surat Yasin memiliki banyak keutamaan atau fadhilah", padahal kalau diteliti dari hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan
Adapun hadits-hadits yang semuanya dha'if (lemah) dan atau maudhu' (palsu) yang dijadikan dasar tentang fadhilah
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Palsu.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata : Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits.[20]
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu'jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma'in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat).[21]
"Artinya : Siapa yang terus menerus membaca
Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu'jam Shaghir dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa'id bin
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Lemah.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur Al-Walid bin Syuja'. Atha' bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi n. Sebab ia lahir sekitar tahun 24 H dan wafat tahun 114 H.[23]
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Palsu.[25]
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Palsu.[26]
"Artinya : Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur'an itu ialah
Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (No. 3048) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ayah Ibnu Abi Hatim berkata : Aku mendapati hadits ini di awal kitab yang disusun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya. (Periksa : Silsilah Hadits Dha'if No. 169, hal. 202-203) Imam Waqi' berkata : Ia adalah tukang dusta. Kata Imam Nasa'i : Muqatil bin Sulaiman sering dusta.[27]
"Artinya : Siapa yang membaca
Keterangan : Hadits ini Lemah.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457 dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu Hajar : Ia banyak memursalkan hadits dan banyak keliru.[28]
"Artinya : Bacakanlah
Keterangan : Hadits ini Lemah.
Diantara yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet.
"Artinya : Tidak seorang pun akan mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza') melainkan Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya".
Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapat Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa'i berkata, ia tidak bisa dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu 'Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits.[29]
Penjelasan
Abdullah bin Mubarak berkata : Aku berat sangka bahwa orang-orang zindiq (yang pura-pura Islam) itulah yang telah membuat riwayat-riwayat itu (hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat tertentu). Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata : Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca
5. Adapun perkataan mereka bahwa berkumpul membaca
- Membaca Al Qur'an dengan suara keras bertentangan dengan Qur'an
- Bertentangan dengan metode Nabi saw dan para sahabatnya ketika secara berjama'ah membaca Al Qur'an. Yaitu satu membaca dan yang lainnya diam, mendengarkan dan merenugi isinya.
- Mengkhususkan membaca
- Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca
- Membaca Al Qur'an bersama-sama dengan satu suara juga merupakan bid'ah dan banyak kejelekannya.
KHATIMAH
Dengan demikian jelaslah bahwa hadit-hadits tentang fadhilah dan keutamaan
Wallahu A'lam bishowab.
[1] HR. Bukhari, Muslim
[2] HR. Muslim, no. 804
[3] HR. Tirmidzi no. 2910
[4] HR. Muslim
[5] HR. Bukhari, Muslim
[6] HR. Muslim no.2699, Abu Daud no.3643, Tirmidzi no. 2646, Ibnu Majah no. 225
[7] QS. An Nisa : 41
[8] HR. Bukhari no. 4582, Muslim, no. 800.
[9] Al Hawadits wal Bida' : 162
[10] QS. Al A'raf : 204
[11] AL HAwadits wal Bida' : 162
[12] Al Muntaqo, 1/345 dinukil dari kitab Al Hawadits wal bida' : 161
[13] Al Hawadits Wal Bida' : 161
[14] Ibid
[15] Al Umm 1/248
[16] HR. Ahmad, Ibnu Majah; dishohihkan An Nawawi, Al Bushiri dan Al Bani (Ahkamul Janaiz : 167)
[17] Ahkamul Janaiz : 167
[18] Riwayat Al Lalikali, Al Baghawi
[19] Ibnul Jauzi, Al-Maudhu'at, 1/247
[20] Al-Maudhu'at, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I'tidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul Majmua'ah hal. 268 No. 944.
[21] Mizanul I'tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465
[22] Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul I'tidal II : 159-160, Lisanul Mizan III : 44-45
[23] Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I'tidal III:70 dan Taqribut Tahdzib II:22
[24] HR. Baihaqi dalam Syu'abul Iman
[25] Dha'if Jamiush Shaghir, No. 5801, Syaikh Al-Albani
[26] Lihat Dha'if Jami'ush Shagir, No. 5798 , Syaikh Al-Albani
[27] Mizanul I'tidal IV:173
[28] Taqrib I:355, Mizanul I'tidal II:283
[29] Mizanul I'tidal IV : 90-91
[30] Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha'if, hal. 113-115
5 komentar:
Assalamu'alaikum,
saya ini mmg orang awam, bagaimana mungkin anda bisa mengatakan/mengetahui riwayat hadist ttg fadilah Yasinan itu lemah, atau apakah blog ini mmg mau melemahkan Islam. kalau mau, coba pelajari dan teliti kembali secara menyeluruh apa Islam Kaffah. Bagaimana mungkin orang bisa mennggali suatu ilmu agama tanpa mengacu kepada ulama yang kredible. Bukan bikin pemahaman yang sepotong-sepotong
semoga kita selalu terhindar dari kesalahan bid'ah dan kesesatan
Yang penting niatnya "NGAJI"...mencari ilmu mencari pahala...
artikel yang bagus...
Saya bukan termasuk orang yang mem"bid'ah"kan yasinan dll. Tapi sampai saat ini saya belum menemukan dasar hukum Al Qur'an yang meng'emas'kan Yasin.
Saya tertari dengan "Bid'ah lebih disukai iblis daripada maksiat".
Dan apa yang kita anggap baik belum tentu benar di mata Alloh.
Alloh Maha Tau niatan seseorang dan Maha Adil timbangannya.
Ass. Wr. Wb.
Dengan mempertajam perbedaan, tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi perbedaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ?
Kalau perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar.
Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %. Terhadap angka itu Anda ikut perperan, yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT.
Wass. Wr. Wb.
hmjn wan@gmail.com
Posting Komentar